penulis Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim Al-Atsari
Syariah Seputar Hukum Islam 18 - April - 2007 02:05:46
Islam adl agama yg sangat memerhatikan kebersihan dan juga kesehatan.
Banyak permasalahan yg memiliki pengaruh bagi kebersihan dan kesehatan
tubuh tdk luput diajarkan dlm agama ini. Satu diantara adl tentang
khitan yg telah diakui secara medis memiliki manfaat yg besar.
Pembaca
yg semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala Rasul kita yg mulia
–semoga shalawat dan salam tercurah pada beliau- pernah bersabda
sebagaimana tersampaikan lewat sahabat yg mulia Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu:
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ – أَوْ خَمْسٌ مِنَ
الْفِطْرَةِ – الْخِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الإِبْطِ
وَتَقْلِيْمُ الأََظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Perkara fithrah itu
ada lima –atau lima hal berikut ini termasuk dari perkara fithrah yaitu
khitan istihdad mencabut bulu ketiak menggunting kuku dan memotong
kumis.
Kelima perkara yg disebutkan dlm hadits ini merupakan beberapa perkara kebersihan yg diajarkan oleh Islam.
Pertama:
memotong qulfah zakar yg bila dibiarkan akan menjadi sebab terkumpul
najis dan kotoran di daerah tersebut hingga menimbulkan berbagai
penyakit dan luka.
Kedua: mencukur rambut yg tumbuh di sekitar
kemaluan baik di daerah qubul ataupun dubur krn bila dibiarkan rambut
tersebut akan bercampur dgn kotoran dan najis serta bisa menyebabkan
thaharah syar’iyyah tdk bisa sempurna.
Ketiga: menggunting kumis bila dibiarkan terus tumbuh akan menperjelek wajah. Memanjangkan juga berarti tasyabbuh dgn Majusi .
Keempat:
menggunting kuku bila dibiarkan akan terkumpul kotoran di bawah hingga
bercampur pada makanan akibat timbullah penyakit. Dan juga bisa
menghalangi kesempurnaan thaharah krn kuku yg panjang akan menutup
sebagian ujung jari.
Kelima: mencabut bulu ketiak yg bila dibiarkan akan menimbulkan bau yg tdk sedap.
Kesimpulan
menghilangkan perkara-perkara yg disebutkan ini merupakan mahasin Islam
yg Islam datang dgn kebersihan dan kesucian dgn pengajaran dan
pendidikan agar seorang muslim berada di atas keadaan yg
terbaik/terbagus dan bentuk yg paling indah.
Makna Fithrah
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa yg dimaukan dgn fithrah di sini adl sunnah
demikian dikatakan Al-Imam Al-Khaththabi rahimahullahu dan selainnya.
Makna kata mereka perkara-perkara yg disebutkan dlm hadits di atas
termasuk sunnah-sunnah para nabi. Adapula yg berpendapat makna fithrah
adl agama demikian pendapat yg dipastikan oleh Abu Nu’aim rahimahullahu
dlm Al-Mustakhraj.
Abu Syamah rahimahullahu berkata: “Asal makna
fithrah adl penciptaan pada awal permulaannya. Dari makna ini Allah
Subhanahu wa Ta’ala dinyatakan dlm ayat Al-Qur’an sebagai:
فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
Maksud adl Dzat yg mengawali penciptaan langit dan bumi . Demikian pula dlm sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
Artinya:
Setiap anak yg lahir ia dilahirkan di atas fithrah. Maknanya: si anak
dilahirkan di atas perkara yg Allah Subhanahu wa Ta’ala mengawali
penciptaan si anak dengannya. dlm hadits ini ada isyarat kepada firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
“Fithrah Allah yg Dia menciptakan manusia di atas fithrah tersebut.”
Maknanya:
tiap orang seandai dibiarkan semenjak lahir hingga bisa memandang dgn
pikiran niscaya akan mengantarkan ke agama yg benar yaitu tauhid. Yang
memperkuat makna ini adl firman Allah sebelumnya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
“Tegakkanlah wajahmu kepada agama Allah yg hanif . fithrah Allah yg Dia menciptakan manusia di atas fithrah tersebut.”
Makna di atas juga diisyaratkan oleh kelanjutan hadits yaitu:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَنَصِّرَانِهِ
“Maka kedua orang tua yg menjadikan anak tersebut Yahudi atau Nasrani ”
Dengan
demikian yg dimaksudkan dgn fithrah dlm hadits yg menjadi pembahasan
kita adl perkara-perkara yg disebutkan dlm hadits ini yg bila dikerjakan
mk pelaku disifati dgn fithrah yg Allah memfithrahkan para hamba di
atas menekankan mereka utk menunaikan dan menyukai utk mereka agar
mereka berada di atas sifat yg paling sempurna dan bentuk/penampilan yg
paling tinggi/mulia.”
Al-Qadhi Al-Baidhawi rahimahullahu berkata:
“Fithrah ini merupakan sunnah yg terdahulu yg dipilih oleh para nabi dan
disepakati oleh syariat. Seakan-akan fithrah ini merupakan perkara yg
sudah seharus menjadi tabiat/perangai di mana mereka diciptakan di atas
tabiat/perangai tersebut.”
Perkara fithrah ini bila dilakukan akan
membaguskan penampilan seseorang dan membersihkan sebalik bila
ditinggalkan dan tdk dihilangkan apa yg semesti dihilangkan akan
menjelekkan rupa dan memburukkan penampilan seseorang. Dia akan dianggap
kotor dan tercela.
Apakah Fithrah Sebatas Lima Perkara Ini?
Perkara
fithrah tdk sebatas lima perkara ini hal ini diketahui dgn lafadz: مِنْ
dari kalimat خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ yg menunjukkan tab’idh arti
sebagian .
Terlebih lagi telah disebutkan dlm hadits-hadits lain ada
tambahan selain lima perkara tersebut seperti dlm hadits ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha yg diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullahu
disebutkan ada 10 hal yg termasuk perkara fithrah yaitu istihdad
mencabut bulu ketiak menggunting kuku memotong kumis memanjangkan
jenggot siwak berkumur-kumur memasukkan air ke hidung mencuci ruas-ruas
jari dan istinja . Dengan demikian penyebutan bilangan 5 atau 10 tdk
berarti meniadakan tambahan demikian ucapan mayoritas ulama ushul.
Hukum Lima Perkara Fithrah Ini
Ulama
berbeda pendapat tentang hukum kelima perkara fithrah yg disebutkan dlm
hadits ini ada yg mengatakan sunnah adapula yg berpendapat wajib. Namun
yg kuat dari pendapat yg ada wallahu a`lam lima perkara tersebut ada yg
hukum wajib dan adapula yg sunnah. Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu
berkata ketika menerangkan hadits Aisyah tentang 10 hal yg termasuk
perkara fithrah: “Mayoritas perkara yg disebutkan dlm hadits tentang
fithrah tidaklah wajib menurut ulama sebagian diperselisihkan kewajiban
seperti khitan berkumur-kumur dan istinsyaq. Dan memang tdk ada
penghalang atau tdk ada yg mencegah utk menggandengkan perkara wajib dgn
selain yg wajib sebagaimana penggandengan ini tampak pada firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ
“Makanlah buah-buahan hasil panen kalian apabila telah berbuah dan tunaikanlah hak pada hari dipetik hasilnya.”
Mengeluarkan zakat tanaman hukum wajib sementara memakan hasil tanaman itu tidaklah wajib wallahu a`lam.”
Kita akan sebutkan hukum masing-masing dari lima perkara tersebut dlm perincian pembahasan berikut ini:
1. KHITAN
Al-Imam
Malik Abu Hanifah dan sebagian pengikut Al-Imam Asy-Syafi’i berpendapat
khitan itu sunnah tdk wajib. Adapun Al-Imam Asy-Syafi’i Ahmad dan
sebagian Malikiyyah berpendapat hukum wajib. Pendapat yg kedua inilah yg
rajih/kuat menurut penulis dgn dasar ketika ada seseorang yg baru masuk
Islam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadanya:
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ
“Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.”
Penulis
‘Aunul Ma’bud menyatakan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dlm hadits di atas menunjukkan wajib khitan bagi orang yg masuk
Islam dan hal itu merupakan tanda keislamannya.
Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu berkata: “Yang rajih/kuat menurut kami hokum khitan adl
wajib. Demikian madzhab jumhur ulama seperti Malik Asy-Syafi’i dan
Ahmad. Pendapat ini yg dipilih oleh Ibnul Qayyim. Beliau membawakan 15
sisi pendalilan yg menunjukkan wajib khitan. Walaupun satu persatu dari
alasan-alasan tersebut tdk dapat mengangkat perkara khitan kepada hukum
wajib namun tdk diragukan bahwa pengumpulan alasan-alasan tersebut dapat
mengangkatnya. Dikarenakan tdk cukup tempat utk membawakan semua alasan
mk aku cukupkan dua alasan di antaranya:
Pertama: Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفاً
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu .”
Sementara
khitan termasuk millah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yg kita diperintahkan
utk mengikuti sebagaimana dlm hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yg
disebutkan dlm kitab Ibnul Qayyim rahimahullahu tersebut . Alasan ini
merupakan argumen yg paling bagus sebagaimana dikatakan Al-Baihaqi
rahimahullahu yg dinukilkan oleh Al-Hafizh rahimahullahu .
Kedua:
Khitan merupakan syiar Islam yg paling jelas dan paling nampak yg dengan
dibedakan antara seorang muslim dgn seorang Nasrani sampai-sampai
hampir tdk dijumpai ada di kalangan kaum muslimin yg tdk berkhitan.
Khitan bagi Wanita
Seperti hal lelaki wanita pun disyariatkan berkhitan sebagaimana ditunjukkan dlm hadits-hadits berikut ini:
1.
Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan bahwa di
Madinah ada seorang wanita yg biasa mengkhitan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berpesan kepadanya:
أَشِمِّي وَلاَ تَنْهَكِي، فَإِنَّ ذلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ
“Potonglah tapi jangan dihabiskan krn yg demikian itu lbh terhormat bagi si wanita dan lbh disukai/dicintai oleh suaminya.”
2. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila bertemu dua khitan sungguh telah wajib mandi .”
3. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اْلأَرْبَعِِ، وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila
seorang laki2 duduk di antara empat cabang seorang wanita dan khitan yg
satu menyentuh khitan yg lain mk sungguh telah wajib mandi.”
Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu berkata “Ketahuilah khitan wanita adl perkara
yg dikenal di kalangan salaf berbeda hal dgn apa yg disangka oleh orang
yg tdk berilmu. Beberapa atsar berikut ini menunjukkan hal tersebut”.
Kemudian beliau rahimahullahu menyebutkan tiga atsar:
1. Al-Hasan
berkata: ‘Utsman bin Abil ‘Ash radhiyallahu ‘anhu diundang utk
menghadiri jamuan makan. Lalu ditanyakan “Tahukah engkau undangan makan
utk acara apakah ini? Ini acara khitan anak perempuan!” ‘Utsman berkata:
هَذَا شَيْءٌ مَا كُنَّا نَرَاهُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَبَى أَنْ يَأْكُلَ
“Ini
perkara yg tdk pernah kami lihat di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.” ‘Utsman pun menolak utk menyantap hidangan .
2.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dlm Al-Adabul Mufrad no.1245 Ummul Muhajir
berkata “Aku dan para wanita dari kalangan Romawi menjadi tawanan
perang. mk ‘Utsman menawarkan agar kami mau masuk Islam namun tdk ada di
antara kami yg berislam kecuali aku dan seorang wanita lainnya. ‘Utsman
pun memerintahkan “Khitanilah kedua wanita ini dan sucikanlah
keduanya”. Setelah itu jadilah aku berkhidmat kepada ‘Utsman.
3. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dlm Al-Adabul Mufrad no.1247 Ummu ‘Alqamah mengabarkan:
أَنَّ
بَنَاتَ أَخِي عَائِشَةَ خُتِنَّ فَقِيْلَ لِعَائِشَةَ: أَلاَ نَدْعُو
لَهُنَّ مَنْ يُلْهِيْهِنَّ؟ قَالَتْ: بَلَى. فَأَرْسَلْتُ إِلَى عُدَيِّ
فَأَتَاهُنَّ فَمَرَّتْ عَائِشَةُ فِي الْبَيْتِ فَرَأَتْهُ يَتَغَنَّى
وَيُحَرِّكُ رَأْسَهُ طَرَبًا – وَكَانَ ذَا شَعْرٍ كَثِيْرٍ – فَقَالَتْ:
أُفٍّ، شَيْطَانٌ أَخْرِجُوْهُ، أَخْرِجُوْهُ
“Anak-anak perempuan
dari saudara laki2 ‘Aisyah dikhitan mk ditanyakan kepada ‘Aisyah
“Bolehkah kami memanggil seseorang yg dapat menghibur mereka?” ‘Aisyah
mengatakan “Ya boleh.” mk aku mengutus seseorang utk memanggil ‘Uday
lalu dia pun mendatangi anakanak perempuan itu. Kemudian lewatlah
‘Aisyah di rumah itu dan melihat sedang bernyanyi sambil
menggerak-gerakkan kepala sementara dia mempunyai rambut yg lebat.
‘Aisyah pun berkata “Hei setan! Keluarkan dia keluarkan dia!”
Yang
perlu jadi perhatian ada perbedaan hukum khitan lelaki dgn hokum khitan
bagi wanita walaupun ada pendapat di kalangan ulama yg menyamakan .
Tampak perbedaan hukum tersebut dlm hadits Syaddad bin Aus radhiyallahu
‘anhu berikut ini:
الْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَالِ مَكْرَمَةٌ لِلنِّسَاءِ
“Khitan itu sunnah bagi lelaki dan pemuliaan bagi wanita.”
Namun
kata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu hadits ini tdk
tsabit krn datang dari riwayat Hajjaj bin Arthah sementara ia tdk bisa
dijadikan sebagai hujjah dikeluarkan hadits ini oleh Al-Imam Ahmad dan
Al-Baihaqi . Namun ada syahid dari hadits yg diriwayatkan oleh
Ath-Thabarani dlm Musnad Asy-Syamiyyin dari jalan Sa’id bin Bisyr dari
Qatadah dari Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma namun
Sa’id ini diperselisihkan. Abusy Syaikh dan Al-Baihaqi mengeluarkan dari
sisi lain dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Al-Baihaqi juga
mengeluarkan dari hadits Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu.
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu menyatakan telah terjadi
perselisihan pendapat dlm hukum khitan dan pendapat yg paling dekat dgn
kebenaran menyatakan bahwa khitan itu wajib bagi laki2 dan sunnah bagi
wanita. Perbedaan hukum khitan antara laki2 dan perempuan itu
dikarenakan khitan pada laki2 mengandung maslahat yg berkaitan dgn
syarat shalat dan termasuk perkara thaharah . Apabila kulup tdk
dihilangkan mk air kencing yg keluar tertahan dan terkumpul di kulup
tersebut hingga berakibat peradangan pada bagian tersebut ataupun keluar
tanpa sengaja bila zakar itu bergerak sehingga menajisi. Adapun pada
wanita tujuan khitan adl meredakan syahwat bukan utk menghilangkan
kotoran.
Dengan demikian khitan hanya wajib bagi laki2 tdk wajib bagi
wanita. Pendapat ini juga yg dipilih oleh Al-Imam Muwaffaquddin Ibnu
Qudamah Al-Maqdisi
Hukum Orang yg Tidak Mau Dikhitan
Al-Haitami
berkata: “Yang benar jika diwajibkan bagi kita khitan lalu ditinggalkan
tanpa udzur mk pelaku fasik. Namun pahamilah bahwasa pembicaraan di
sini hanya ditujukan pada anak laki2 tanpa menyertakan anak perempuan.
laki2 difasikkan bila meninggalkan khitan tanpa udzur dan lazim dari
sebutan fasik tersebut bahwa perbuatan itu termasuk dosa besar.”
Bagian yg Dikhitan
Khitan
pada anak laki2 dilakukan dgn cara memotong kulup atau kulit yg
menutupi ujung zakar. Minimal menghilangkan apa yg menutupi ujung zakar
dan disenangi utk mengambil seluruh kulit di ujung zakar tersebut.
Sedangkan pada wanita dilakukan dgn memotong kulit di bagian paling atas
kemaluan di atas vagina yg berbentuk seperti biji atau jengger ayam
jantan . Yang harus dilakukan pada khitan wanita adl memotong ujung
kulit dan bukan memotong habis bagian tersebut.
Ibnu Taimiyyah
rahimahullahu ketika dita mengenai khitan wanita beliau memberikan
jawaban bahwa wanita dikhitan dgn memotong kulit yg paling atas yg
berbentuk seperti jengger ayam jantan .
Faidah
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan pelaksanaan
khitan itu seharus dilakukan oleh seorang dokter yg ahli yg mengetahui
bagaimana cara mengkhitan. Bila seseorang tdk mendapatkan mk ia bisa
mengkhitan diri sendiri jika memang mampu melakukan dgn baik. Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam mengkhitan diri sendiri. Orang yg mengkhitan boleh
melihat aurat yg dikhitan walaupun usia yg dikhitan telah mencapai
sepuluh tahun kebolehan ini dikarenakan ada kebutuhan.
Waktu Khitan
Ada
perbedaan pendapat tentang kapan waktu disyariatkan khitan. Jumhur
ulama berpendapat tdk ada waktu khusus utk melaksanakan khitan.
Al-Imam
Al-Mawardi rahimahullahu menjelaskan utk melaksanakan khitan ada dua
waktu waktu yg wajib dan waktu yg mustahab . Waktu yg wajib adl ketika
seorang anak mencapai baligh sedangkan waktu yg sunnah adl sebelum
baligh. Boleh pula melakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Juga
disunnahkan utk tdk mengakhirkan pelaksanaan khitan dari waktu yg sunnah
kecuali krn ada uzur.
Ibnul Mundzir rahimahullahu mengatakan “Tidak
ada larangan yg ditetapkan oleh syariat yg berkenaan dgn waktu
pelaksanaan khitan ini juga tdk ada batasan waktu yg menjadi rujukan dlm
pelaksanaan khitan tersebut begitu pula sunnah yg harus diikuti.
Seluruh waktu diperbolehkan. Tidak boleh melarang sesuatu kecuali dgn
hujjah dan kami juga tdk mengetahui ada hujjah bagi orang yg melarang
khitan anak kecil pada hari ketujuh.”
Namun Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menyebutkan dua hadits yg menunjukkan ada pembatasan waktu khitan:
Pertama:
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ia menyatakan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi cucu beliau Al-Hasan dan
Al-Husain dan mengkhitan kedua pada hari ketujuh.
Kedua: Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata “Ada tujuh perkara yg sunnah
dilakukan pada hari ketujuh seorang bayi yaitu diberi nama dikhitan…”
Kemudian
beliau menyatakan bahwa walaupun kedua hadits di atas memiliki
kelemahan namun kedua hadits ini saling menguatkan krn makhraj kedua
hadits ini berbeda dan tdk ada dlm sanad rawi yg tertuduh berdusta.
Kalangan Syafi’iyyah mengambil hadits ini sehingga mereka menganggap
sunnah dilakukan khitan pada hari ketujuh dari kelahiran seorang anak
sebagaimana disebutkan dlm Al-Majmu’ dan selainnya. Batas tertinggi
dilakukan khitan adl sebelum seorang anak baligh. Ibnul Qayyim
rahimahullahu berkata: “Tidak boleh bagi si wali menunda dilakukan
khitan anak sampai si anak melewati masa baligh.”
Lebih afdhal/utama
bila khitan ini dilakukan ketika anak masih kecil krn lbh cepat sembuh
dan agar si anak tumbuh di atas keadaan yg paling sempurna.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Sumber: www.asysyariah.com
Makna Khitanan
by
Unknown
About author: Unknown
Cress arugula peanut tigernut wattle seed kombu parsnip. Lotus root mung bean arugula tigernut horseradish endive yarrow gourd. Radicchio cress avocado garlic quandong collard greens.